This post is also available in:
English
Tahun ini, Covid-19 membawa kehancuran di pasar keuangan di berbagai belahan dunia. Tidak ada satupun negara yang tidak terdampak. Pandemi ini menunjukkan betapa rentannya sistem ekonomi dunia. Akibat penerapan kebijakan penguncian wilayah (lockdown), konsumen dipaksa berdiam di rumah dan begitu banyak bisnis terpaksa tutup. Pandemi ini berdampak luas ke seluruh aspek kehidupan manusia. Kurs mata uang menjadi sektor yang paling cepat terdampak. Bagaimana kiranya masa depan nanti?
Saat ini, dolar AS memegang peran kunci di pasar mata uang. Jika dibandingkan dengan saham dan komoditas, nilainya relatif stabil. Meski demikian, pergerakannya masih tetap harus diawasi. Pandemi ini telah banyak memunculkan hal yang tidak kita ketahui sebelumnya dan tidak ada suatu apapun yang pasti. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempelajari dampak yang telah terjadi sejauh ini. Inilah bagaimana krisis ini terungkap.
Dampak Awal terhadap Pasar
Penyakit menular ini secara resmi dinyatakan sebagai pandemi pada bulan Maret. Pada bulan sebelumnya, nilai Euro mengalami kenaikan terhadap dolar AS. Saat itu, sebagian besar penularan virus terjadi di Italia dan kecepatan penyebarannya mulai meningkat. Ketika Bank Sentral Amerika mengumumkan rencananya untuk menanggapi fenomena ini, nilai Euro mengalami penurunan. Di pertengahan bulan Maret, ketika tingkat suku bunga mendekati 0%, pasangan mata uang tersebut bergerak kembali ke tingkat di bulan Februarinya (1.08 – 1.10).
Penurunan nilai kurs secara drastis menunjukkan dampak awal terhadap pasar dari pandemi ini. Meski demikian, dampak dari pandemi ini belum diketahui sepenuhnya. Kebijakan paket stimulus fiskal yang dikeluarkan pemerintah AS juga tampaknya tidak berhasil. Pendapatan yang merosot tajam dan peningkatan tajam hutang menunjukkan kondisi perekonomian yang sedang ambruk.
Penurunan ini diperburuk dengan ketakutan akan gelombang kedua penularan. Di tengah ekonomi yang hancur berantakan, para ahli masih berupaya untuk memproyeksikan total dampak yang terjadi. Pada saat ini, tugas ini tampaknya mustahil untuk dilakukan.
Ekonomi global rentan terhadap efek domino, karena sistem keuangan banyak negara saling terkait satu sama lain. Sejauh ini, kita melihat terjadinya peningkatan risiko dan hutan secara signifikan, di tengah merosotnya pendapatan. Krisis ini layaknya bayangan yang menghantui pasar mata uang.
Krisis Minyak
Isu kedua yang dihadapi dunia adalah krisis energi. Hal ini terjadi setelah batalnya kesepakatan OPEC+. Pada bulan April, ketika Rusia dan Arab Saudi gagal mencapai kesepakatan pemotongan produksi minyak, harga minyak mengalami kemerosotan. Hal ini berdampak pada negara-negara pengekspor minyak akibat harga komoditas minyak yang merosot tajam. Kontrak berjangka untuk WTI menjadi sirna akibat kebijakan penguncian wilayah yang berdampak pada hilangnya permintaan. Bahkan saat ini, tingkat konsumsi energi masih sulit untuk diprediksi.
Tantangan Ekonomi dan Politik bagi The Fed
Sejak 2014, pasangan EUR/USD menunjukkan tren penurunan harga secara umum. Fenomena ini dipicu oleh kegagalan Bank Sentral Eropa untuk meningkatkan suku bunga seiring langkah the Fed. Di saat bersamaan, pihak regulator AS berupaya meningkatkan tingkat suku bunganya sebagai langkah menghadapi krisis berikutnya.
Kebuntuan terjadi di kuartal kedua 2019. Kebijakan The Fed untuk tetap menaikkan tingkat suku bunga nyatanya berbeda dengan agenda politik dan ekonomi di negara tersebut. Donald Trump memaksa Bank Sentral AS untuk tetap mencetak uang. Di saat tingkat suku bunga mengalami penurunan, kondisi ekonomi AS saat itu nampaknya mampu mempertahankan momentum. Sampai pandemi menerpa.
Prediksi ekonomi yang ada menjadi sia-sia ketika pandemi ini menyebar dengan begitu cepatnya. Semua perencanaan dan asumsi yang dibuat sebelumnya menjadi sia-sia. Di banyak negara, bank-bank sentral masih memulihkan diri dari kejutan ekonomi yang terjadi di tahun 2007 – 2008, sehingga tingkat kerentanannya masih tinggi. Sementara itu, dolar AS masih mengalami tren kenaikan harga. Kini, kebijakan stimulus yang diluncurkan mengekspos bank sentral AS terhadap berbagai hal mengancam yang masih belum diketahui. Kapan kita bisa berharap The Fed akan meningkatkan suku bunga lagi?
Bagaimana Cara The Fed Meningkatkan Suku Bunga?
Metode ini digunakan oleh The Fed dan bank-bank sentral di berbagai negara lainnya. Perubahan tingkat suku bunga dalam jangka pendek mempengaruhi inflasi dan laju aktivitas ekonomi. Metode ini sangat mudah.
Ketika suku bunga turun, pinjaman dana menjadi lebih terjangkau. Masyarakat perorangan dan lembaga cenderung berlaku konsumtif dibanding berhemat. Sementara itu, persediaan uang meningkat dan aktivitas ekonomi terpacu. Aspek vital dalam hal ini adalah menjaga tingkat kenaikan suku bunga dalam batas wajar, sehingga inflasi tidak naik signifikan. Oleh karena itu, tingkat suku bunga yang lebih rendah berdampak pada aktivitas ekonomi yang semakin kuat.
Bagaimana cara The Fed menaikkan tingkat suku bunga? Dengan menetapkan suku bunga yang lebih tinggi atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Suku bunga yang meningkat ditujukan untuk mengurangi jumlah pinjaman dan inflasi.
Pada bulan Maret 2020, tingkat dana The Fed jatuh ke kisaran 0.00% – 0.25%. Menanggapi hal ini, Jerome Powell berkomentar, “Kami tidak memandang tingkat kebijakan negatif sebagai kebijakan yang tepat untuk menanggapi peristiwa yang terjadi saat ini di Amerika Serikat.” Menurut sang Gubernur Bank Sentral AS tersebut, The Fed lebih berfokus pada ‘alat likuiditas’ lainnya untuk menyokong sistem keuangan. Kini, saat tingkat suku bunga jatuh, mustahil untuk memperkirakan kapan terjadi pembalikan.
Proyeksi USD
Berdasarkan dinamika sebelumnya, logis untuk berharap bahwa mata uang AS akan tetap relatif stabil terlepas terjadinya pandemi. Oleh karenanya, mata uang ini mungkin menjadi pilihan yang relatif aman bagi para trader valas. Meski demikian, pada jangka panjang, prospek mata uang ini tidaklah begitu cerah. Ada beberapa pandangan skeptis yang beranggapan bahwa USD pada akhirnya akan merosot. Jika ini terjadi, satu pertanyaan penting akan muncul: mata uang lain mana yang tepat dalam kondisi krisis coronavirus terhadap pasar valas ini?
Hal pertama yang perlu dianalisis adalah hal-hal yang membuat kita yakin akan nilai dolar AS tersebut. Mata uang ini dijaga betul oleh pihak pemerintah, yang saat ini berada di bawah kendali Trump dengan tingkah lakunya yang aneh. Meski pernyataan retorisnya seringkali terlalu mengada-ada, namun hal ini tidak berdampak pada inti sistem politik Amerika. Sistem ini dibangun sebagai sebuah struktur terpusat yang kuat dan disatukan oleh satu tujuan utama – memampukan kondisi ekonomi negara tersebut optimal kembali. Berbagai negara bagian mungkin menerapkan langkah yang berbeda-beda untuk mencapai tujuan ini, namun sistem federal menjadi pengarah bagi mereka semua untuk bisa mencapai tujuan yang sama tersebut.
Pada saat yang bersamaan, muncul pertanyaan lain. Jika kepercayaan Anda terhadap pemerintah AS goyah, apakah ini berarti bahwa Anda lebih percaya Bank Sentral Eropa di tengah kondisi yang tidak pasti ini? Adakah dasar penalaran yang logis untuk ini?
Ketidaksetujuan Fiskal di UE
Dari 2000 ke 2007, banyak pakar berpandangan bahwa Euro akan dihargai lebih baik daripada USD. Namun, krisis ekonomi yang terjadi setelahnya menjadikan nilai mata uang ini merosot. Kejadian ini mengungkap rendahnya kesatuan dalam UE itu sendiri. Bank-bank sentral diharapkan membantu menghentikan kehancuran ini, namun mereka gagal mencapai kata sepakat terkait kebijakan fiskal dan politik tunggal. Lebih parahnya lagi, beberapa negara anggota kurang transparan. Hal ini turut memperburuk keadaan. Dampak pasangan mata uang ini pun bertahan hingga lebih dari 1 dekade.
Di tengah sistem yang kacau tersebut, apakah Euro dapat dipercaya? Tidak semua orang beranggapan bahwa Uni Eropa beroperasi menggunakan satu kerangka kerja yang sama. Beberapa pakar memandang organisasi ini sebagai serangkaian sistem nasionalistik yang terpisah. Berbeda dengan inti kebijakan AS yang kokoh, inti kebijakan UE masih terbelah-belah. Sebagian besar negara anggotanya tampak mengejar agenda pribadi masing-masing yang berpusat pada kepentingan nasional masing-masing.
Sebagai contoh, negara-negara kuat seperti Jerman tampaknya takut akan penularan dari anggota-anggota UE yang dianggap lebih lemah. Negara ini menolak gagasan akan surat utang tunggal, yang sedianya mampu menghasilkan pasokan dana untuk mengatasi krisis keuangan yang terjadi. Penolakan ini mungkin dilatarbelakangi oleh keengganan negara ini melihat adanya peluang bagi mereka untuk akhirnya menjadi pihak pemberi pinjaman di kawasan tersebut. Jika hal ini benar adanya, negara ini tidak berniat membantu negara-negara anggota yang dianggap lebih lemah dan bergulat dengan hutang buruk selama beberapa tahun setelahnya.
Memang benar, UE memiliki beberapa negara anggota dengan pengelolaan ekonomi yang buruk di samping riwayat hutang yang buruk juga. Tak hanya itu, negara-negara ini juga menunjukkan kesembronoan mereka dalam mengelola fiskal. Apa yang akan mencegah mereka berkata, “Kami mengakui hutang kami, tapi mustahil bagi kami untuk membayarnya kecuali jika bunga pinjamannya direndahkan atau tenornya diperpanjang.” Kegagalan fiskal mereka hanya akan memaksa Jerman dan negara-negara kuat lainnya untuk membayar pemegang surat hutang.
Perdagangan Selama Pandemi
Jadi, apa arti semua ini terhadap kurs valuta asing? Saat ini, bank-bank sentral tengah mengambil langkah-langkah untuk meminimalisir dampak pandemi, tapi konsekuensi apa yang mungkin terjadi di semester kedua tahun ini? Seberapa besar kemungkinan kita melihat Bank Sentral AS menetapkan kebijakan suku bunga negatif?
Kebijakan dan paket stimulus yang diluncurkan ke berbagai korporasi di banyak negara mulai dipertanyakan. Beberapa pakar ekonomi beranggapan situasi ini mirip skema Ponzi, ketika para elite bisnis diselamatkan dari kehancuran. Jika ini terjadi, masyarakat pasti akan bereaksi dan kita pun akan menyaksikan dampak politik dari kontroversi ini.
Manusia adalah makhluk yang irasional, menjadikan emosi musuh utama bagi setiap trader. Trading dan investasi harus dibebaskan dari segala bentuk bias yang disebabkan bencana ekonomi global. Pastikan Anda tidak memandang pasar mata uang melalui lensa berwarna. Meski USD telah menunjukkan performa yang baik selama 1 dekade terakhir, hal ini tidak berarti bahwa mata uang ini dijamin bisa menghadapi tekanan yang ada saat ini. Di lain pihak, mudah bagi kita untuk ditelan rasa panik dan membuat kesalahan dilatarbelakangi rasa takut.
Prediksi jangka panjang bagi USD pada titik ini sangat spekulatif. Ada beberapa dasar untuk percaya bahwa mata uang ini akan tetap bertahan cukup kuat di beberapa bulan mendatang, tapi hal yang akan terjadi berikutnya masih tetap misteri. Saat ini, The Fed dan pemerintah AS sedang fokus untuk melindungi kesejahteraan perusahaan. Saat ini, seperti halnya krisis sebelumnya, istilah ‘terlalu besar untuk gagal’ kembali jadi topik yang ramai. Pemerintah-pemerintah menghadirkan paket fiskal untuk menyokong pelaku usaha dari kecil hingga besar. Tapi, seberapa efektif langkah ini?
Dampak yang dialami ekonomi Amerika Serikat begitu besar. Tidak ada satu pihak pun yang tahu masa depan keuangan dalam kondisi seperti ini, baik pemerintah maupun korporasi. Adapun pihak konsumen masih belum merasakan seluruhnya masalah keuangan ini.
Dampak Jangka Pendek
Dalam perspektif jangka pendek, kita wajib memperhatikan hal-hal berikut ini, di saat masyarakat berupaya untuk bisa bertahan hidup:
- default pada hipotek
- biaya sewa yang tidak dibayar
- pembayaran cicilan mobil tertunda
- penumpukan tagihan kartu kredit
Dalam lingkup korporasi, hilangnya pendapatan dikombinasikan dengan kegagalan dalam menutupi pengeluaran yang ada saat ini. Hal ini berdampak pada bank, rantai pasokan, dan masyarakat umum dikarenakan bekerja tanpa upah atau malah dipecat.
Sekarang, pikirkan tentang metode yang memungkinkan lembaga Amerika untuk membantu mereka yang membutuhkan. Darimana uangnya berasal? Dana ini bersumber dari pajak dan hutan yang diajukan pemerintah. Para pihak yang menyediakan dana ini (pemerintah, pelaku usaha, dan publik) memandang dana ini sebagai sebuah investasi yang aman karena negara dipandang sebagai penerima pinjaman yang terpercaya.
Saat ini, banyak sumber penghasilan berhenti bekerja. Jadi, siapa yang akan menghasilkan uang? Dalam jangka pendek, hutang yang diajukan pemerintah AS mungkin cukup untuk menutupi pengeluaran yang meningkat. Tapi bagaimana dengan jangka panjang? Dalam skenario jangka panjang, langkah ini mungkin kurang dapat diandalkan. Hutang akan semakin menumpuk dan bisa berakibat pada menurunnya nilai tukar dolar AS.
Mungkin, kita hanya menyaksikan terjadinya kekacauan ekonomi yang sesungguhnya. Hal yang akan terjadi berikutnya masih belum bisa diterka. Bagaimana jika jumlah pajak menyusut bersamaan dengan kemauan untuk membeli hutang pemerintah? Penghasilan negara bagian akan mulai menghilang dan kondisi negara akan semakin parah.
Beberapa pertanyaan penting membuat pusing para ahli ekonomi. Bagaimana jika entitas yang menerima utang dari pemerintah, gagal membayar pinjaman tersebut? Apakah dibenarkan bagi The Fed untuk membeli hutang hiptek dan obligasi kota substandar? Apa dampak yang akan kita rasakan beberapa tahun dari sekarang jika para peminjam gagal memenuhi kewajiban mereka? Akankah pemerintah selaku pemberi pinjaman memutuskan mencetak lebih banyak uang? Kapan the Fed akan menaikkan tingkat suku bunga?
Coronavirus Bursa Valas: Intinya
Mustahil untuk memprediksi masa depan pasar. Sistem yang seluruhnya kapitalis kini berada dalam risiko. Pandemi bersamaan dengan krisis minyak memicu sebuah efek domino yang berdampak ke seluruh dunia. Dalam situasi seperti ini, trader harus berupaya menghadapi segala macam bias dan mempertimbangkan fakta yang ada.
Seluruh mata uang mayor – dolar AS, Euro, Pound Inggris, dan Yen Jepang – kini berada dalam masalah serius. Trader dan investor mungkin mengambil manfaat dari USD untuk skenario jangka pendek dan menengah. Meski demikian, mata uang Amerika bisa jadi mengalami kejatuhan. Meski konsekuensi langsung krisis ini jelas terpampang di depan mata, proyeksi jangka panjangnya masih dipertanyakan.
This post is also available in:
English